Tahukah anda film apa saja yang pertama kali diproduksi di Indonesia?. Berikut adalah artikelnya.
Loetoeng Kasaroeng (1926)
Loetoeng Kasaroeng adalah film pertama yang diproduksi di Indonesia. Film bisu ini dirilis pada tahun 1926 oleh NV Java Film Company. Disutradarai oleh dua orang Belanda, G. Kruger dan L. Heuveldorp dan dibintangi oleh aktor-aktris pribumi, pemutaran perdananya di kota Bandung tanggal 31 Desember 1926 - 6 Januari 1927 di dua bioskop terkenal Metropole dan Majestic. Film ini dibuat berdasarkan cerita pantun dengan judul yang sama, yang berarti 'Si Lutung yang Tersesat', yang pada masa itu masih populer di masyarakat Sunda, dengan tokoh utama yang menyerupai seekor lutung.
Eulis Atjih (1927)
Sebuah film bisu bergenre melodrama keluarga, disutradarai oleh sutradara film Loetoeng Kasaroeng. Dibintangi oleh aktor pribumi Indonesia, termasuk Arsad dan Soekria. Film ini mengisahkan seorang istri yang setia yang harus hidup melarat bersama anaknya karena ditinggal suaminya untuk berfoya-foya dengan wanita lain, walaupun dengan berbagai masalah, akhirnya dengan kebesaran hatinya Eulis mau menerima suaminya kembali walaupun suaminya telah jatuh miskin. Film ini film ini diiringi musik grup keroncong pimpinan Tuan Kayoon, seorang musisi yang populer pada waktu itu.
Lily Van Java (1928)
Film ini diproduksi South Sea Film dan dibuat bulan Juni 1928. Bercerita tentang gadis yang dijodohkan orang tuanya padahal dia sudah punya pilihan sendiri. Pertama dibuat oleh Len H. Roos, orang Amerika yang berada di Indonesia untuk menggarap film Java. Ketika dia pulang, dilanjutkan oleh Nelson Wong yang bekerja sama dengan David Wong, karyawan penting perusaahaan General Motors di Batavia yang berminat pada kesenian, membentuk Halimoen Film. Lily van Java merupakan film Tionghoa pertama yang dibuat di Indonesia.
Resia Boroboedoer (1928)
Resia Boroboedoer (Rahasia Borobudur) adalah film petualangan tahun 1928 yang diproduseri Nancing Film Corp. Film ini dibintangi aktris Cina Olive Young. Sebuah film bisu yang bercerita tentang seorang gadis bernama Young Pei Fen yang menemukan sebuah buku resia (rahasia) milik ayahnya, Youn Lun Fah, yang menceritakan tentang sebuah bangunan candi terkenal (Borobudur). Diceritakan juga di candi tersebut terdapat sebuah harta karun yang tak ternilai, yaitu guci berisi abu sang Buddha Gautama. Biaya produksinya menjadi penyebab kebangkrutan studio film ini.
Setangan Berloemoer Darah (1928)
Setangan Berloemoer Darah adalah sebuah film bisu yang dirilis oleh Central Java Film dan disutradarai oleh Tan Boen San, setelah pencarian di beberapa sumber, sinopsis film ini belum diketahui secara pasti. Tetapi kalau dilihat dari gambar disamping bisa dipastikan kalau filim ini diangkat dari buku "Setangan Berloemoer Darah" atawa "Hikajat Tan Hian beng" karya Tjoe Hong Bok yang ditulis dalam bahasa Melayu Tionghua. Isinya mengisahkan mengenai pembunuhan seorang wanita Tionghua dan dituturkan dengan gaya seperti cerita detektif.
Njai Dasima I (1929)
Njai Dasima adalah film Indonesia yang diproduksi tahun 1929. Dibintangi, N. Noerhani, Anah, Wim Lender, Momo dan lain. Disutradarai Lie Tek Swie dan diproduksi Tan's Film. Berasal dari sebuah karangan G. Francis tahun 1896 yang diambil dari kisah nyata. Njai Dasima, gadis asal Kuripan, Bogor, Jawa Barat. Terjadi di Tangerang dan Batavia sekitar tahun 1813-1820-an. Ia menjadi istri simpanan pria berkebangsaan Inggris bernama Edward William. Karena kecantikan dan kekayaannya, Dasima menjadi terkenal. Salah seorang penggemar beratnya Samiun, ingin memiliki Dasima. Namun Dasima disia-siakan setelah berhasil dijadikan istri muda.
Rampok Preanger (1929)
Film ini dikarang oleh Wong Bersaudara yang disutradarai oleh Nelson Wong dan dibintangi oleh Ining Resmini dan MS Ferry. Ibu Ining tidak pernah menduduki bangku sekolah, tahun 1920-an adalah seorang penyanyi keroncong terkenal pada Radio Bandung (NIROM) yang sering pula menyanyi di sekitar Bandung. Kemudian ia memasuki dunia tonil sebagai pemain sekaligus sebagai penyanyi yang mengadakan pagelaran di daerah Priangan Timur. Main film tahun 1928 yang berlanjut dengan 3 film berikutnya, seluruhnya film bisu. Ketika Halimoen Film ditutup tahun 1932, hilang pulalah Ibu Ining dari dunia film.
Si Tjonat (1929)
Cerita dalam film ini berputar pada kisah seseorang yang dijuluki si Tjonat. Nakal sejak kecil, si Tjonat (Lie A Tjip) melarikan diri ke Batavia (Jakarta) setelah membunuh temannya. Di kota ini ia menjadi jongos seorang Belanda, bukannya berterima kasih karena mendapat pekerjaan, ia juga menggerogoti harta nyai tuannya itu. Tak lama kemudian ia beralih profesi menjadi seorang perampok dan jatuh cinta kepada Lie Gouw Nio (Ku Fung May). Namun cintanya bertepuk sebelah tangan, penolakan Gouw Nio membuatnya dibawa lari oleh si Tjonat. Usaha jahat itu dicegah oleh Thio Sing Sang (Herman Sim) yang gagah perkasa.
Si Ronda (1930)
Si Ronda adalah film silat Hindia Belanda tahun 1930 yang disutradarai Lie Tek Swie dan A. Loepias (Director of Photography) yang dibintangi Bachtiar Effendi dan Momo. Film ini mengisahkan seorang ahli bela diri bernama Si Ronda dan ceritanya sangat kental dengan unsur kebudayaan Cina. Film ini tergolong film bisu dan sudah dianggap hilang dari peredaran. Alurnya diadaptasi dari drama panggung ternama di Batavia (sekarang Jakarta). Film ini kurang diliput media massa pada waktu itu. Film kedua yang diadaptasi dari cerita yang sama, Si Ronda Macan Betawi, dirilis tahun 1978.
Boenga Roos dari Tjikembang (1931)
Film ini merupakan film bersuara pertama di Indonesia, menceritakan tentang sebuah hubungan romantis yang rumit antar dua remaja etnis Tionghoa dengan pribumi. Film ini diadaptasi dari novel tahun 1927 berjudul sama yang dikarang oleh Kwee Tek Hoay dan pernah dipentaskan Union Dalia Opera, meskipun cuma ringkasan cerita saja, yaitu tentang Indo-Tionghoa. Dan film ini diberitakan oleh pengarangnya film Cina buatan Java ini adalah karya Indo-Tiongha. Film ini disutradarai, diproduksi, dan difilmkan oleh The Teng Chun.Film ini mengalami daur ulang pada tahun 1975 dengan judul Bunga Roos.
Darah dan Doa (1950)
Darah dan Doa adalah sebuah film Indonesia karya Usmar Ismail yang diproduksi pada tahun 1950 dan dibintangi oleh Faridah. Film ini merupakan Film Indonesia Pertama yang sepenuhnya dibuat oleh warga pribumi. Film ini adalah produksi pertama Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini), dan tanggal syuting pertama film ini 30 Maret 1950, yang kemudian dijadikan sebagai Hari Film Nasional. Kisah film ini berasal dari skenario penyair Sitor Situmorang, menceritakan seorang pejuang revolusi Indonesia yang jatuh cinta kepada salah seorang Belanda yang menjadi tawanannya.
Baca Juga: Tornado Terkuat dan Terbesar Buatan Manusia
Loetoeng Kasaroeng (1926)
Loetoeng Kasaroeng adalah film pertama yang diproduksi di Indonesia. Film bisu ini dirilis pada tahun 1926 oleh NV Java Film Company. Disutradarai oleh dua orang Belanda, G. Kruger dan L. Heuveldorp dan dibintangi oleh aktor-aktris pribumi, pemutaran perdananya di kota Bandung tanggal 31 Desember 1926 - 6 Januari 1927 di dua bioskop terkenal Metropole dan Majestic. Film ini dibuat berdasarkan cerita pantun dengan judul yang sama, yang berarti 'Si Lutung yang Tersesat', yang pada masa itu masih populer di masyarakat Sunda, dengan tokoh utama yang menyerupai seekor lutung.
Eulis Atjih (1927)
Sebuah film bisu bergenre melodrama keluarga, disutradarai oleh sutradara film Loetoeng Kasaroeng. Dibintangi oleh aktor pribumi Indonesia, termasuk Arsad dan Soekria. Film ini mengisahkan seorang istri yang setia yang harus hidup melarat bersama anaknya karena ditinggal suaminya untuk berfoya-foya dengan wanita lain, walaupun dengan berbagai masalah, akhirnya dengan kebesaran hatinya Eulis mau menerima suaminya kembali walaupun suaminya telah jatuh miskin. Film ini film ini diiringi musik grup keroncong pimpinan Tuan Kayoon, seorang musisi yang populer pada waktu itu.
Lily Van Java (1928)
Film ini diproduksi South Sea Film dan dibuat bulan Juni 1928. Bercerita tentang gadis yang dijodohkan orang tuanya padahal dia sudah punya pilihan sendiri. Pertama dibuat oleh Len H. Roos, orang Amerika yang berada di Indonesia untuk menggarap film Java. Ketika dia pulang, dilanjutkan oleh Nelson Wong yang bekerja sama dengan David Wong, karyawan penting perusaahaan General Motors di Batavia yang berminat pada kesenian, membentuk Halimoen Film. Lily van Java merupakan film Tionghoa pertama yang dibuat di Indonesia.
Resia Boroboedoer (1928)
Resia Boroboedoer (Rahasia Borobudur) adalah film petualangan tahun 1928 yang diproduseri Nancing Film Corp. Film ini dibintangi aktris Cina Olive Young. Sebuah film bisu yang bercerita tentang seorang gadis bernama Young Pei Fen yang menemukan sebuah buku resia (rahasia) milik ayahnya, Youn Lun Fah, yang menceritakan tentang sebuah bangunan candi terkenal (Borobudur). Diceritakan juga di candi tersebut terdapat sebuah harta karun yang tak ternilai, yaitu guci berisi abu sang Buddha Gautama. Biaya produksinya menjadi penyebab kebangkrutan studio film ini.
Setangan Berloemoer Darah (1928)
Setangan Berloemoer Darah adalah sebuah film bisu yang dirilis oleh Central Java Film dan disutradarai oleh Tan Boen San, setelah pencarian di beberapa sumber, sinopsis film ini belum diketahui secara pasti. Tetapi kalau dilihat dari gambar disamping bisa dipastikan kalau filim ini diangkat dari buku "Setangan Berloemoer Darah" atawa "Hikajat Tan Hian beng" karya Tjoe Hong Bok yang ditulis dalam bahasa Melayu Tionghua. Isinya mengisahkan mengenai pembunuhan seorang wanita Tionghua dan dituturkan dengan gaya seperti cerita detektif.
Njai Dasima I (1929)
Njai Dasima adalah film Indonesia yang diproduksi tahun 1929. Dibintangi, N. Noerhani, Anah, Wim Lender, Momo dan lain. Disutradarai Lie Tek Swie dan diproduksi Tan's Film. Berasal dari sebuah karangan G. Francis tahun 1896 yang diambil dari kisah nyata. Njai Dasima, gadis asal Kuripan, Bogor, Jawa Barat. Terjadi di Tangerang dan Batavia sekitar tahun 1813-1820-an. Ia menjadi istri simpanan pria berkebangsaan Inggris bernama Edward William. Karena kecantikan dan kekayaannya, Dasima menjadi terkenal. Salah seorang penggemar beratnya Samiun, ingin memiliki Dasima. Namun Dasima disia-siakan setelah berhasil dijadikan istri muda.
Rampok Preanger (1929)
Film ini dikarang oleh Wong Bersaudara yang disutradarai oleh Nelson Wong dan dibintangi oleh Ining Resmini dan MS Ferry. Ibu Ining tidak pernah menduduki bangku sekolah, tahun 1920-an adalah seorang penyanyi keroncong terkenal pada Radio Bandung (NIROM) yang sering pula menyanyi di sekitar Bandung. Kemudian ia memasuki dunia tonil sebagai pemain sekaligus sebagai penyanyi yang mengadakan pagelaran di daerah Priangan Timur. Main film tahun 1928 yang berlanjut dengan 3 film berikutnya, seluruhnya film bisu. Ketika Halimoen Film ditutup tahun 1932, hilang pulalah Ibu Ining dari dunia film.
Si Tjonat (1929)
Cerita dalam film ini berputar pada kisah seseorang yang dijuluki si Tjonat. Nakal sejak kecil, si Tjonat (Lie A Tjip) melarikan diri ke Batavia (Jakarta) setelah membunuh temannya. Di kota ini ia menjadi jongos seorang Belanda, bukannya berterima kasih karena mendapat pekerjaan, ia juga menggerogoti harta nyai tuannya itu. Tak lama kemudian ia beralih profesi menjadi seorang perampok dan jatuh cinta kepada Lie Gouw Nio (Ku Fung May). Namun cintanya bertepuk sebelah tangan, penolakan Gouw Nio membuatnya dibawa lari oleh si Tjonat. Usaha jahat itu dicegah oleh Thio Sing Sang (Herman Sim) yang gagah perkasa.
Si Ronda (1930)
Si Ronda adalah film silat Hindia Belanda tahun 1930 yang disutradarai Lie Tek Swie dan A. Loepias (Director of Photography) yang dibintangi Bachtiar Effendi dan Momo. Film ini mengisahkan seorang ahli bela diri bernama Si Ronda dan ceritanya sangat kental dengan unsur kebudayaan Cina. Film ini tergolong film bisu dan sudah dianggap hilang dari peredaran. Alurnya diadaptasi dari drama panggung ternama di Batavia (sekarang Jakarta). Film ini kurang diliput media massa pada waktu itu. Film kedua yang diadaptasi dari cerita yang sama, Si Ronda Macan Betawi, dirilis tahun 1978.
Boenga Roos dari Tjikembang (1931)
Film ini merupakan film bersuara pertama di Indonesia, menceritakan tentang sebuah hubungan romantis yang rumit antar dua remaja etnis Tionghoa dengan pribumi. Film ini diadaptasi dari novel tahun 1927 berjudul sama yang dikarang oleh Kwee Tek Hoay dan pernah dipentaskan Union Dalia Opera, meskipun cuma ringkasan cerita saja, yaitu tentang Indo-Tionghoa. Dan film ini diberitakan oleh pengarangnya film Cina buatan Java ini adalah karya Indo-Tiongha. Film ini disutradarai, diproduksi, dan difilmkan oleh The Teng Chun.Film ini mengalami daur ulang pada tahun 1975 dengan judul Bunga Roos.
Darah dan Doa (1950)
Darah dan Doa adalah sebuah film Indonesia karya Usmar Ismail yang diproduksi pada tahun 1950 dan dibintangi oleh Faridah. Film ini merupakan Film Indonesia Pertama yang sepenuhnya dibuat oleh warga pribumi. Film ini adalah produksi pertama Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini), dan tanggal syuting pertama film ini 30 Maret 1950, yang kemudian dijadikan sebagai Hari Film Nasional. Kisah film ini berasal dari skenario penyair Sitor Situmorang, menceritakan seorang pejuang revolusi Indonesia yang jatuh cinta kepada salah seorang Belanda yang menjadi tawanannya.
Baca Juga: Tornado Terkuat dan Terbesar Buatan Manusia